Saturday, January 31, 2015

Posting 2014 - seharusnya.... "Hari ini, 10 tahun yang lalu…"

Naah, ini seharusnya juga yang di-upload 2014, namun terlupa hahaha...

Enjoy... 

[Sebuah flashback dari memori yang masih tertancap kuat kala itu]

26 Desember 2014

Hari ini, 10 tahun yang lalu, di RSNU Rogojampi Banyuwangi, dari semenjak pagi mataku tak beranjak dari layar TV yang tengah menyiarkan gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Hari-hari pertama bencana itu tak ada gambar yang disiarkan selain hanya peta NAD, reportase hanya berupa suara saja. Namun membayangkannya kala itu sudah membulatkan tekadku saat itu: Aku harus kesana! Maka saat itu pula aku berusaha mencari informasi dan kontak bagaimana caranya agar bisa berangkat ke Aceh. Saat itu aku benar-benar tidak mengetahui dunia per-INGO-an. Totally. Blind. Tidak tau siapa yang harus dikontak, hingga akhirnya entah bagaimana detailnya, akhirnya aku mendapat info dari teman-teman MER-C (Medical Emergency Rescue-Committee) bahwa aku bisa bergabung dengan mereka. Koordinasi hanya dilakukan via sms dan telpon. Pemberangkatan terdekat dari saat aku mendapatkan info adalah tanggal 1 Januari 2005. Maka saat itu aku kabarkan keluarga di Malang bahwa aku akan berangkat ke Aceh bersama dengan team MER-C.

Karena memang mendadak, malam itu, 31 Desember sekitar jam 10 malam aku berangkat dengan menggunakan bis dari Banyuwangi menuju Juanda Surabaya. Waktu itu terbersit sedikit rasa takut sebenarnya, perempuan, tengah malam sendirian naik bis, tapi dengan Bismillah, ini niat baik dan yakin bakal rame karna taun baru maka berangkat sudah… Sabtu pagi, 1 Jan 2005, keluarga dari Malang meluncur juga ke Juanda. Jadi rencananya acara pamitan langsung di lokasi keberangkatan. Sampai di Juanda, bertemu dengan team dan coordinator dari MER-C, dilakukan briefing sebelum berangkat. Maka tak pelak keluargaku juga mengikuti proses briefing tersebut, dan Mama menangis… Dalam briefing itu disampaikan bahwa team akan turun di Meulaboh, salah satu lokasi yang baru saja bisa tertembus bantuan, lokasi yang tidak mudah dan terdapat titik-titik rawan dengan adanya GAM. Mama, di depan team, dengan menangis, memintaku untuk tidak berangkat. Aku bingung. Aku ingin sekali berangkat saat itu. Koordinator team kemudian mengajakku bicara, intinya beliau tidak memaksa, namun mempertimbangkan bahwa lokasi yang sulit sedang aku perempuan, dan pentingnya restu orang tua, apalagi Ibu, maka beliau menyarankan agar aku menunda keberangkatan hari itu. Akhirnya dengan berat hati saat itu aku memutuskan untuk menuruti Mama, tidak berangkat ke Aceh dulu. Maka kemudian pulanglah kami ke Malang. Sedih, kecewa, jadi satu rasanya… Hari-hari itu rasanya sesak sekali. Di dada keinginan pergi masih kuat sekali. Semua info tentang Aceh akan membuat mata dan telingaku menajam. Berita tentang Aceh di televisi tak pernah terlewat. Selalu membuat sesak dan berkaca-kaca.

Minggu ke-2 pasca tsunami, tanggal 6 Januari 2005 waktu itu karna satu keperluan aku pergi ke kampus. Disana mendapat kabar bahwa FKUB akan mengirimkan team ke Aceh. Maka segera saja aku mendaftar jadi relawan. Nama dan no telfon sudah tercatat, dan aku dipersilahkan menunggu untuk dihubungi. Pada saat yang sama, salah seorang kakak kelasku, dr.AP –FKUB angkatan 96- menghubungiku, menawariku jika ingin berangkat bersama Care International Indonesia (CII), maka aku diminta menghubungi dr EW. Tanggal 7 Jan aku segera menghubungi dr.EW, kemudian menghubungi staf CII di Jakarta dan disuruh menunggu kabar dari mereka. Oh tidak… menunggu lagi... Tanggal 8 Januari pagi aku dihubungi oleh FKUB, pertemuan relawan Aceh, aku masuk rombongan pertama, yang rencananya berangkat hari Senin atau Rabu minggu depannya. Namun entah bagaimana aku lupa, hingga tanggal 14 Januari masih belum ada kepastian berangkat.

Akhirnya pada hari Senin, tanggal 17 Januari, aku ditelpon oleh CII, diminta untuk berangkat ke Jakarta esok pagi untuk segera berangkat ke Aceh pada hari berikutnya. Maka esoknya, aku berangkat ke Jakarta. Jujur itu adalah perjalanan pertamaku yang paling jauh –sebelumnya hanya berputar di Malang, Blitar, Surabaya, Jember dan Banyuwangi hahaha… - Untungnya seorang sahabatku, sudah siap menjemputku di Bandara dan mengantarku ke kantor CII untuk mengurus semuanya. Itulah hari pertamaku berkenalan dengan International NGO. Bagian HRD menyiapkan kontrakku, aku mendapat briefing dari dr.EW untuk semua tugasku di Aceh, termasuk briefing dan persiapan dengan bagian logistic menyiapkan semua barang yang harus aku bawa ke Aceh esok hari. Saat itu juga aku diinformasikan berangkat dengan Richard (lupa nama belakangnya), IT expert dari luar. Semua persiapan selesai sekitar maghrib, kemudian kami meluncur ke hotel untuk beristirahat.

Rabu, 19 Januari 2005… berangkat dari hotel jam 04.00 pagi, dan sesampai di Bandara segera antri untuk chek in dan mengurus bagasi yang sangat banyak (sampai over baggage berapa kilo waktu itu lupa, yang jelas kena charge sampe 800an ribu). Pukul 06.20 Kami berangkat waktu itu dengan Airbus-nya GIA, dan all full dengan penumpang dari berbagai kebangsaan, luar biasa… Pesawat transit se-jam di Medan kemudian lanjut ke Bandara Sultan Iskandar Muda.

Dan akhirnya setelah perjuangan selama 3 minggu, sampailah aku di Banda Aceh... Kami dijemput langsung menuju mess sekaligus base-camp CII di Kecamatan Ulee Kareng waktu itu. Aku masih inget banget waktu itu mess yang berupa satu komplek rumah dengan 2 bangunan utama ditinggali oleh sekitar 50an orang. Aku segera meletakkan barangku di kamar cewek, kamar yang kemudian kami tidur seperti ikan pindang berjajar hehehe… Tak lama aku berkenalan dengan banyak teman-teman baru, dari Aceh, luar Aceh maupun dari luar negeri. Ke depannya hingga saat ini kami masih saling menyapa walaupun hanya lewat fesbuk, tapi yang jelas silaturahim tetap terjalin, insyaAlloh... Siang itu aku ikut bersama team yang turun ke beberapa daerah, aku belum bisa mengingat namanya karena buatku nama-nama di Aceh susah untuk diingat. Namun memoriku masih merekam dengan jelas, bahwa saat itu aku tak mampu berkata-kata. Perasaan begitu berbeda dibandingkan hanya melihat dari berita di televisi. Airmata mengambang di pelupuk melihat kehancuran itu. Bau busuk masih tersisa. Debu-debu berhamburan. Pembersihan lokasi masih berjalan. Satu dua kantong berisi jenazah masih ada di tepi jalan…



Sepulang dari berkeliling itu, malamnya aku tidak bisa tidur. Semua teman-teman telah terlelap kelelahan dan aku tidak bisa memejamkan mata. Suara helicopter berpatroli, hampir setiap 20menitan, suara anjing yang terdengar bukan menggonggong, namun seperti melolong, membuat bulu kudukku merinding. Terakhir saat itu aku melihat jam tangan: 00.30

Esok harinya, aku ikut bersama team SWS, ke camp-camp pengungsi di Peukan Bada & LhokNga… Kali ini aku lebih “tatag” dan bisa berkomunikasi dengan para pengungsi. Disana aku belajar, melakukan observasi, melakukan assessment kebutuhan, dan kegiatan lainnya, yang di kemudian hari inilah proses pembelajaranku yang nyata dari ilmu public health yang selama kuliah di kedokteran rasanya sangat di awang-awang...

Jum’at, 21 Januari 2005, Hari Raya Idul Adha. Aku bersama rekan-rekanku sholat di Masjid Raya Baiturrahman. Saat itulah kepedihan tak bisa dibendung. Hampir semua jama’ah menangis tersedu-sedu mengingat karib kerabatnya, begitu pula aku… tak tertahan lagi, melarut bersama duka mereka.

Setelah 10 bulan berjibaku disana, kini, 10 tahun berlalu. Hanya mampu mengikuti perkembangan Nanggroe Aceh Darussalam dari berita di televisi dan surat kabar saja. Selalu berharap bahwa suatu saat Alloh memberikan rezeki kesempatan berkunjung kembali ke Bumi Serambi Mekkah ini. Untuk bertemu kembali dengan para sahabat yang hingga kini masihlah sangat dekat di hati…  Semoga ;)

No comments:

Post a Comment