Sunday, July 14, 2013

Puasa dan Kehamilan

Puasa kali ini berbeda dengan puasa sebelumnya. Meskipun ini adalah kehamilan ke-3, tapi pada kehamilan yang pertama lalu saya tidak sampai melewati puasa (baby pertama cuma sampe 6 bulan and then lahir immature and passed awayL). Sedang hamil ke-2 saat ramadhan masih trimester pertama so pasti tidak puasa and then spontaneous complete abortionL. Jadi ini adalah pengalaman pertama Ramadhan saat “hamil tua” alias trimester ke-3.

Mestinya, menurut pemahaman teori medis saya, kalo baby sudah masuk trimester 3, maka ibu hamil cukup aman untuk puasa Ramadhan, as long as dia bisa menjaga keseimbangan intake nutrisinya dan cairannya dengan baik pada saat sahur dan berbuka. Kalo pada saat trimester pertama (1-3 bulan) rasanya rentan untuk berpuasa, karena janin sangat butuh intake nutrisi baik makro maupun mikronutrien untuk pembentukan organ. Berbeda dengan trimester ke-3 dimana semua organ –mestinya- sudah terbentuk dengan baik, tinggal fase perkembangannya saja.

Tapi kurang sreg rasanya kalo hanya berbekal pada minimnya pengetahuan saya saja. Well, dalam setiap kali mengajar maupun “membantah ortu” (hehehe..) kan selalu meminta evidence based-nya. makanya kali ini pun penasaran mengenai evidence based antara pregnancy and fasting, alias kehamilan dan berpuasa (ramadhan).


Rupanya banyak penelitian yang hasilnya saling bersingkuran (eh, berlawanan). Ada beberapa temuan yang hasilnya positif, negative ato juga ada yang netral. Hmm, mungkin lebih enaknya dibahas yang negative dulu kali yaa..

Dari American Journal of Epidemiology tanggal 16 Agustus 2012, Reyn J.G van Ewijk dkk menuliskan Hubungan Paparan Puasa Ramadhan Prenatal (sebelum kelahiran) dengan Perawakan Kurus dan Kecil pada orang Dewasa, Hasil dari penelitian pada populasi yang besar di Indonesia. Mereka menyampaikan bahwa pada muslim dewasa yang pada bulan Ramadhan masih berada dalam kandungan ternyata lebih kurus dibanding muslim dewasa yang pada saat mereka di kandungan tidak pada bulan Ramadhan.. (hayoo, siapa yang bingung? Hehehe…). Mereka juga lebih pendek 0,80 cm. Hal ini tidak didapatkan pada kelompok non muslim. Ini penelitian yang melibatkan populasi yang cukup besar di Indonesia, yaitu sekitar 14.120 orang, sehingga sepintas hasilnya pasti akurat, namun dari analisis pribadi saya, ada beberapa kelemahan dalam penelitian ini, yaitu semua perempuan muslim yang hamil dianggap puasa, kemudian rentang usia responden yang cukup besar yaitu antara 18-89 tahun, kemudian faktor lain yang mempengaruhi seperti tingkat sosial, ekonomi dan juga tingkat pendidikan orangtua responden diabaikan, juga genetic factor dan lifestyle, padahal jelas semua faktor tersebut berpengaruh.

Sedangkan Sarita Bajaj dkk dalam Indian Journal of Endocrinology & Metabolism yang di-release pada 1 Juli 2012, dalam artikelnya yang berjudul:  “South Asian Consensus Statement on Women’s Health and Ramadhan” menyampaikan resume dari banyak penelitian. Mereka menyarankan agar wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa, terutama apabila puasa menyebabkan mereka dalam kondisi yang berbahaya bagi mereka dan terutama bagi janinnya. Beberapa efek puasa dalam penelitian yang disitir oleh mereka adalah: meningkatnya resiko hiperemesis gravidarum (muntah berlebihan pada kehamilan) terutama pada kehamilan trimester pertama, meningkatnya prevalensi infeksi saluran kencing, penurunan gerakan nafas janin (fetal breathing movement), gangguan/stress pada janin, kondisi kesehatan yang lebih buruk ketika bayi sudah lahir. Selain itu, disebutkan pula adanya gangguan anemia (kurang darah) pada ibu hamil yang berpuasa, sehingga menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Oleh karena itu, Sarita dkk menyarankan jika Ibu hamil tersebut tetap memaksakan diri untuk berpuasa maka untuk menghindari efek lebih buruk maka sebaiknya: puasa berselang-seling, sewaktu-waktu jika berbahaya maka puasa harus dibatalkan, pengaturan gizi harus dilakukan (misalnya karbohidrat kompleks saat sahur dan karbohidrat sederhana saat berbuka puasa).

Selain dari dua artikel diatas, beberapa hasil penelitian yang saya dapatkan antara lain sebagai berikut:
* Ebru Dikensoy dkk, dalam Journal of Obstetric Gynecology volume 34, no. 4: 494-498, Agustus 2008, judul: “Effect of Fasting during Ramadhan on Fetal Development and Maternal Health” menyimpulkan bahwa: Puasa Ramadhan tidak menyebabkan ketonemia maupun ketonuria pada Ibu hamil, oleh karena itu tidak memiliki efek yang signifikan pada pertumbuhan dan kesehatan janin.
* Deniz Hizli dkk, dalam Journal of Maternal and Neonatal Medicine, bulan Juli 2012 dengan judul: “Impact of Maternal Fasting during Ramadhan on Fetal Doppler Parameters, Maternal Lipid Levels and Neonatal Outcomes”, menghasilkan kesimpulan bahwa pada perempuan hamil yang berpuasa tidak memiliki efek samping pada pengukuran indeks cairan amnion, fetal Doppler dan parameter persalinan.
* Vahid Ziaee dkk, dalam Iran Journal of Pediatric pada Juni 2010 dengan judul: “The Effect of Ramadhan Fasting on Outcome of Pregnancy” menyimpulkan bahwa pada wanita yang sehat dengan intake nutrisi yang layak, puasa tidak memiliki efek negative pada pertumbuhan janin dan persalinan, akan tetapi pada kelompok Ibu hamil trimester pertama yang puasa terdapat sedikit resiko bayi terlahir dengan berat badan rendah 1,5 kali dibanding kelompok yang tidak puasa.
* Maryam Moradi, dalam Journal of Research in Medical Sciences Februari 2011 dengan judul: “The Effect of Ramadhan Fasting on Fetal Growth and Doppler Indices of Pregnancy” menyimpulkan bahwa puasa Ramadhan tidak memiliki efek samping terhadap pertumbuhan janin, volume cairan amnion dan sirkulasi fetomaternal (Ibu ke janin).
* Azizi F dkk dengan artikelnya berjudul: “Intellectual Development of Children Born of Mother who Fasted in Ramadhan during Pregnancy” dalam International Journal for Vitamin and Nutritional Research pada September 2004, menunjukkan dari dua kelompok yang diobservasi (anak dari ibu yang berpuasa dan tidak berpuasa), tidak ada perbedaan yang signifikan pada IQ kedua kelompok tersebut. Sehingga disimpulkan bahwa puasa pada saat kehamilan tidak mempengaruhi kecerdasan (IQ) dari anak yang dilahirkan.

Mestinya masih banyak lagi penelitian lainnya kalo mau browse sendiri, saya aja nemu ratusan, belum termasuk yang review penelitian, kalo mau cari sendiri monggo, cukup dengan keywords: fasting & pregnancy… and Woilaaa! Pasti keluar ribuan J

Anyway, diantara sekian penelitian tadi, ada satu artikel yang merupakan review dari banyak penelitian, tulisan dari Fiona Cross-Sudworth yang ditampilkan oleh British Journal of Midwifery pada Februari 2007 yang saya suka esensinya. Bahwa puasa tidak berdampak buruk (baik pada diri maupun janin) pada perempuan hamil dengan status gizi yang baik dan kehamilan resiko rendah, namun akan memiliki efek buruk yang nyata jika dilakukan oleh perempuan hamil yang kurang gizi dan memiliki riwayat kesehatan/kehamilan yang buruk.


So, semoga dengan tulisan singkat ini bisa menambah khasanah pengetahuan bagi para ibu hamil yang sedang aktif mencari informasi tentang hubungan puasa dan kehamilan. Apakah sebaiknya puasa atau tidak, silahkan ditelaah kembali pertanyaan-pertanyaan ini: (1) Berapa umur kehamilan saya? (2) Apakah saya dalam kondisi gizi baik/cukup? (3) Apakah saya memiliki riwayat kesehatan/kehamilan yang buruk? dst. Paling tidak jika Ibu memutuskan untuk berpuasa, maka pada saat sahur dan berbuka, yakinkan Ibu telah mengkonsumsi makanan dan cairan dalam jumlah yang cukup dan berimbang, dan pastikan selalu untuk memantau perkembangan janin anda selama puasa Ramadhan.. Oke Bunda? 

1 comment:

  1. Hamil memang selalu sarat dengan pengalaman aneka rupa, setiap bumil pasti punya cerita unik dan berbeda. hehehe :*
    Ada tips nie, jika bunda lagi hamil coba deh selalu mengkonsumsi daftar makanan sehat untuk ibu hamil muda supaya bunda mudah menjalani masa kehamilannya dan tentunya anak dapat lahir dengan sehat dan cerdas.

    ReplyDelete