Wednesday, March 8, 2017

“Ayahku dimana Ma?”

“Ma, Ayah pulang….”

Mak dheg… ha? Segera loncat ke depan ngeliat siapa yang datang. Ternyata … tidak ada siapa-siapa, dan si K terkekeh kegirangan 😜

Kejadian sore tadi setengah menggemaskanku dan setengahnya lagi tentunya mengiris-ngiris batin. Well, I think it’s about the time… Karena suatu sore beberapa hari yang lalu K bertanya:“Ayahku dimana Ma?” 😢

Pertanyaan itu membuatku tercenung…. Meskipun dari awal sudah aku persiapkan jawaban sebaik-baiknya, namun ketika pertanyaan itu muncul dari bibir mungilnya, tak urung membuat hati ini rasanya perih dan mata ini tanpa dikomando terasa tergenang. 

Yeah, ini adalah salah satu risiko yang dihadapi ketika memutuskan untuk bercerai disaat anak masih sangat belia, masih balita…. No, masih bayi tepatnya. K hanya “pernah” melihat ayahnya 2 minggu saja saat dia lahir, setelah itu hingga usia 3,5 tahun ini tak sekalipun ia pernah melihat ayahnya kecuali melalui foto-foto yang ditunjukkan padanya. Suara ayahnya dia dengarkan sampai dia berumur 3 tahun melalui telepon, setelah dia berusia 3 tahun tepat, tak sekalipun ayahnya menelponnya. Maka sudahlah tak pernah bertatap muka, tak pernah lagi pula K mendengar suara ayahnya lagi. Tak usah dicari siapa yang salah, jelaslah andil ayah dan mamanya ini yang membuat K tidak dapat menikmati “kesempurnaan” orang tua.


Anyway,
Ini bukanlah saat yang tepat untuk sedih ataupun mungkin menyesali atas keputusan yang diambil. Justru ini adalah saat yang tepat untuk memberikan penjelasan yang terbaik pada anak. Entah apakah dia akan memahami atau hanya akan mengangguk-ngangguk saja, yang paling penting sampaikan saja. Kelak ia akan memahaminya. Prinsip itulah yang aku pegang saat ini. Sampaikan apa adanya, dengan bahasa yang sederhana, dan tentunya sampaikan yang baik, tanpa kebencian atau menjelek-jelekkan. Kenapa begitu? Karena aku tak mau anakku tumbuh dengan rasa benci dalam hatinya. Rasa benci yang kita tanamkan. Tidak! Biarkan kelak ia yang menilai sendiri, tentang mamanya, tentang ayahnya, tentang “keegoisan” kami, biarkan…. Karena kebencian itu, jangankan pada anak, pada orang dewasa saja memberikan dampak yang luar biasa, secara psikis dan tak jarang memberikan dampak pada fisik pula, yang sering disebut sebagai gangguan psikosomatis.

Lalu jawaban apa yang harus diberikan pada anak sekecil itu? Entahlah dengan orang lain, namun yang selalu kuberikan pada K adalah: “Ayah ada, jauh di Papua, sedang bekerja dan belum bisa datang untuk menengok kita”. That’s all. Does it work? I dunno… entahlah, belum bisa dilihat dampaknya juga pada dia. Namun belajar dari pengalaman, semenjak bayi, disaat paling intim yaitu saat menyusuinya, aku selalu mengajak K bicara. Aku sampaikan pada K, bahwa kami berbeda dengan keluarga lain. Bahwa ayahnya jauh, dan Mama harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami. Bahwa kadang Mamanya ini harus meninggalkan dia sementara, bertugas keluar kota atau untuk menyelesaikan sekolah, semua demi masa depan kami. Sembari memintanya untuk bersabar, mengatakan padanya bahwa hal ini akan menguatkannya dan akan membuatnya tumbuh menjadi anak yang tangguh, menjadi perempuan yang tangguh… Dan Alhamdulillah, sampai detik ini, K adalah anak yang memiliki pengertian yang tinggi, seolah telah memiliki kedewasaannya sendiri, meskipun kadang ada rasa bersalah telah membuatnya dewasa sebelum waktunya. Tapi sungguh bersyukur sekali, bahwa hingga saat ini, jika ditinggal ke kantor atau keluar kota selama beberapa hari, K tidak pernah rewel. Bahkan akhir-akhir ini kalau ditinggal pamitan dia yang malah bilang “Mama jangan nangis yaaa…. 😂”. Apakah K kemudian lebih lengket ke pengasuhnya? Tidak. Saat aku dirumah, maka “terpinggirkanlah” mbak-nya dan K kembali menempel pada Mamanya ini. 💓💕

Dari sini aku belajar, bahwa nampaknya –dan semoga- it’s ok to tell the baby tentang kondisi yang tengah kita hadapi. Tentu bukan dalam rangka berkeluh kesah atau menumpahkan kekesalan terhadap “mantan”,  namun lebih kepada memberikan pemahaman kepada anak atas apa yang terjadi. 
Be honest, tell the truth, in a good way….

Semoga saja dengan semua yang dihadapi saat ini, kelak anak-anak kita mampu memahami serta bertumbuh menjadi anak-anak yang kuat menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya….🙏💙💚💛💜


*Tulisan ini dibuat bukan dalam rangka membuka aib atau berkeluh kesah, namun semata hanya ingin berbagi tentang bagaimana membesarkan anak sebagai seorang Ibu tunggal. Semoga dapat bermanfaat bagi para ibu tunggal yang lain dan mengkayakan pengalaman kita masing-masing 🙆


*Re2017

6 comments:

  1. Semangaat mom... :)

    ReplyDelete
  2. semoga kay jadi anak sehat cerdas kuat

    ReplyDelete
  3. Sampe netes air mata bacanya,, sama persis yg aq alami. Semangat trs yaa..

    ReplyDelete