Thursday, March 22, 2012

Hausku, dahagaku...

by Nuretha Hevy Purwaningtyas on Monday, December 21, 2009 at 8:20pm



Betapa mahalnya senyuman di Pulau ini. 
Begitu mahalnya hingga ketika kau belanjakan seratus dua ratus ribu pun tak akan begitu saja kau mendapat senyuman hangat. 
Apalagi dapat senyuman gratis di pinggir-pinggir jalan atau bahkan tetangga kanan-kiri rumahmu. 
Ini bukannya pertama kali tukang parkir menunjukkan dimana kau harus memarkir motormu dengan lirikan culas. 
Ini juga bukan pertama kalinya penjaga supermarket menjawab dengan ketus tentang produk dagangannya ketika ditanya. 
Dan inipun juga bukan pertama kalinya kasir supermarket meminta memencet pin kartu dengan wajah malasnya, dan yang pasti mana mungkin juga dengan senyuman. 

Aku haus senyuman. 
Haus, dahaga.. seperti dahaganya kamu tanpa air seharian penuh. 
Seperti dahaganya Bella Swan saat menjalani harinya sebagai vampir baru, rasa tenggorokan yang terbakar meminta aliran darah manusia. (nah lo, kebawa novelnya Stephenie Meyer dalam Breaking dawn :p ). 
Aku haus senyuman, yang hampir 3 tahun lalu begitu mudah kudapatkan diantara hijau pepohonan di pegunungan Paniai. 
Pagi, siang, sore, malam, di puskesmas, di pasar desa, di jalanan ke Desa terjauh dari kecamatan.. orang akan menyapa dengan tulusnya, pada siapa saja. 
Ketulusan yang begitu mudah kutemui tanpa harus memberikan ap`pun sebagai pembayarnya. 
Sepanjang perjalanan dimana orang melambaikan tangannya: KOYAOOOO... Selamat jalaaaaan.. ahh, rindunya aku. 
Rindunya aku pada senyum tulus masyarakat nun jauh disana. 
Ketulusan dan kepolosan yang belum tercemar dengan segala kehidupan materialisme. 
Kepolosan dimana masyarakat masih sangat menghargai dan mampu memaknai persahabatan yang utuh, tanpa tedeng aling-aling. 


Rinduku... hausku... dahagaku... :(( 










 ·  ·  · Share · Delete

No comments:

Post a Comment